PROBLEM-BASED LEARNING
Problem-based
learning menempatkan
siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Savery & Duffy (Sungur & Tekkaya, 2006: 308) menyatakan
bahwa PBL mengkondisikan siswa sebagai constructor of
knowledge pada sebuah konteks yang serupa dengan konteks di mana
pengetahuan tersebut akan digunakan.
Kemuadian Mergendoller, et al (2005: 317) menyatakan bahwa praktek
pengajaran dengan pendekatan belajar berbasis masalah mengubah arah interaksi
pembelajaran yang berpusat pada guru kepada pembelajaran yang memungkinkan
siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Peran siswa dan
konteks yang dihadapi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
masalah, menyusun kerangka analisis berdasarkan pengalaman real yang dihasilkan
dari interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Pengalaman
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan memungkinkan siswa untuk memperoleh
pengetahuan baru.
Bottino
& Ciappini (2002: 764), menegaskan bahwa bidang pengalaman
adalah sebuah sector pada budaya manusia dimana guru dan siswa dapat mengenal
serta mempertimbangkannya sebagai satu kesatuan. Bidang pengalaman dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran baik oleh guru maupun oleh siswa. Agus Nur Cahyo (2013: 283) menyatakan bahwa
“problem-based learning adalah suatu
model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai
titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru.
Kegiatan
belajar dengan model problem-based learning berbeda dengan model pembelajaran konvesional, sebab model problem-based
learning memperkenalkan siswa dengan masalah nyata sehingga membantu siswa
untuk melakukan investigasi. Hal ini didukung dengan pernyataan Udent dan
Beaumont (2006: 29) yakni, “unlike
convetional learning, PBL takes and integrated approach to learning based on
the requirements of the problem as perceived by the leaners”. Maksudnya
berbeda dengan pembelajaran konvesional, PBL menggunakan pendekatan
terintegrasi dalam belajar yang menyaratkan adanya masalah yang dirasakan oleh
pembelajar. Proses terintegrasi
melibatkan siswa secara langsung dan memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi
masalah, memahami masalah, dan menyelesaikannya sehingga pada akhirnya
memperoleh pengetahuan baru.
Sejalan
dengan proses tersebut, Sungur & Tekkaya (2006: 308) menyatakan
bahwa siswa dituntut untuk berpikir reflektif, dan memonitor pemahaman mereka.
Berarti model problem-based learning memungkinkan siswa untuk berpikir
reflektif juga mengukur kemampuan mereka sendiri dalam menyelesaikan masalah. Problem-based learning digunakan sebagai
sarana untuk membantu siswa dalam membangun pengetahuannya dengan pengalaman
atau cara mereka sendiri. Hal ini senada dengan Savin (2003: 23), yaitu “Problem-based learningis used as a means of
helping students to challenge borders, construct knowledge and evaluate
critically both personal knowledge and propositional knowledge on their own
terms”. Selanjutnya Hosnan (2014: 295) juga menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis masalah, penggunaannya didalam tingkat berpikir yang lebih tinggi,
dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Pada proses belajar mengajar, siswa
diharapkan dapat merumuskan masalah dari suatu situasi matematis, yang memuat
suatu prosedur yang tidak rutin atau yang tidak terstruktur dengan baik,
sehingga siswa dapat menggali informasi
terkait dengan masalah, membuat konjektur, dan menggeneralisasi tentang konsep
dan prosedur matematika. Hal ini senada dengan Arends (2012: 396)”the essence of problem-based learning
constens of presenting students with authentic and meaningful problem
situations that can serve as springboards for investigations and learning”. Maksudnya siswa dihadapkan dengan masalah
autentik dan situasi masalah yang bermakna serta mendorong siswa melakukan
kegiatan investigasi dalam belajar.
Berkaitan
dengan peran aktif siswa dalam kegiatan belajar, Arends (2008: 43) menyatakan bahwa pembelajaran
dengan model problem-based learning membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan problem solving, mempelajari
peran orang dewasa, dan menjadi pelajar yang mandiri. Ditinjau dari perspektif
informasi yang diterima siswa, Ali, et al (2010: 68) “in the problem-based learning approach the students` turn from passive
listeners of information receivers to active, free self leaner and problem
solvers”. Makna pernyataan tersebut adalah problem-based learning merupakan
suatu pendekatan yang berpusat pada siswa, dari pendengar informasi pasif
menjadi penerima informasi aktif dalam pemecahan masalah.
Lebih
lanjut Tan (2003: 21) mengatakan bahwa dalam pendekatan problem-based learning pemahaman siswa diperoleh melalui interaksi
terhadap masalah dan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
berbasis masalah memposisikan guru sebagai fasilitator dan mediator yang
membantu siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan terhadap masalah dan
menemukan pengetahuan yang relevan untuk kehidupan nyata, selanjutnya siswa
diharapkan dapat menyusun kerangka pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan.
Jika skema pengetahuan yang dibentuk tidak dapat diaplikasikan, maka kegiatan
pembelajaran menjadi suatu yang abstrak dan bahkan tidak menyentuh dimensi
kehidupan praktis.
Kegiatan
pembelajaran menghubungkan aktifitas praktis sehari-hari dan pembelajaran
formal, sehingga siswa termotivasi untuk terlibat aktif dan kritis. Keaktifan
siswa menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi yang tinggi pada diri siswa
sendiri dalam proses belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan pendapat
Chamberlin & Moon (2009: 3) bahwa bekerja
bersama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam
tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan
dan dialog bersama serta mengembangkan berbagai keterampilan sosial. Model problem-based learning adalah pembelajaran yang dimulai
dengan konteks atau masalah kontekstual yang memungkinkan siswa untuk melakukan
investigasi. Tujuan kegiatan investigasi adalah menemukan konsep, prinsip
tentang materi pelajaran dan mengarahkan siswa untuk membangun kerangka
pengetahuan baru berdasarkan masalah yang diberikan saat belajar.
Masalah
dalam pembelajaran matematika dengan model problem-based learning merupakan titik awal untuk
memperoleh atau mengintegrasikan pengetahuan baru. Masalah ditampilkan sebagai
sarana yang dapat membantu siswa agar dapat mempelajari pengetahuan baru, berbeda
dengan problem solving sebagai
pendekatan pembelajaran, model problem-based learning menempatkan masalah sebagai sarana untuk
membuat latihan menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan dan teori yang
telah diperoleh sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
model problem-based learning adalah
suatu model pembelajaran yang menjadSikan masalah sebagai wadah dalam
proses pembelajaran.