CANDI BROBUDUR

DEFENISI PEMBELAJARAN MATEMATIKA



Pembelajaran matematika merupakan suatu proses kegiatan menggali mental dalam pikiran siswa dalam belajar matematika. Proses rekonstruksi dalam mengaplikasi konsep-konsep pengetahuan yang sebelumnya dipelajari siswa dimaksimalkan dalam upaya memperoleh konsep pengetahuan baru, seperti yang dikemukakan Romberg & Fennema (2009: 20) bahwa:
Terdapat lima bentuk kegiatan mental yang mengakibatkan munculnya pemahaman matematika, yakni: a) membangun hubungan, b) memperluas dan menerapkan pengetahuan matematika, c) mencerminkan pengalaman terdahulu, d) mengartikulasikan apa yang telah diketahui, dan e) mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematikanya.

Berdasarkan pendapat tersebut, kegiatan mental dalam pikiran siswa merupakan proses pembentukan pengetahuan baru yang telah diketahui sebelumnya. Matematika juga dapat dipahami sebagai aktivitas membangun pemahaman visualisasi. Cotton (2010: 128) mengidentifikasi lima tingkatan siswa dalam memahami bentuk matematika yaitu: tingkat Stage 0: Visualisation; stage 1: Analysis; stage 2: Informal deduction; stage 3: Deduction; stage 4: Rigour. Zubaidah Amir & Risnawati (2016: 9), mengatakan bahwa:
pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkostruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

Masalah pembelajaran berhubungan erat dengan masalah psikologis, menurut Skemp (1971: 13-14) bahwa: “Problems of learning and teaching are psychological problems and beforewe can make much improvement in the teaching of mathematics we need to know more about how is learnt “. Maksudnya bahwa permasalahan belajar dan mengajar merupakan permasalahan psikologis, sebelum kita membuat banyak  perbaikan di dalam pengajaran matematika, terlebih dahulu  perlu kita mengetahui lebih banyak tentang bagaimana matematika di ajarkan pada peserta didik.
Pengertian pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh Romberg dan Kaput (2009: 5) yang menyatakan bahwa:
School mathematics should be viewed as a human activity that reflects the work of mathematicians-finding out why given techniques work, inventing new techniques, justifying assertions, and so forth. It should also reflect how users of mathematics investigate a problem situation, decide on variables, decide on ways to quantify and relate the variables, carry out calculations, make predictions, and verify the utility of the predictions.

Maksud dalam kutipan di atas adalah matematika di sekolah dipahami sebagai kegiatan manusia yang mencerminkan hasil karya matematikawan yakni mencari tahu mengapa dan bagaimana suatu teknik atau trik tertentu dapat bekerja, menemukan teknik baru, membenarkan pernyataan, dan lain sebagainya. Matematika juga mencerminkan bagaimana menyelidiki situasi bermasalah, menentukan variabel, memutuskan cara untuk mengukur dan menghubungkan variabel-variabel, melakukan perhitungan, membuat prediksi, dan memverifikasi kemanjuran dari prediksi tersebut.
Suherman (2003: 68-69) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar. Menurut Bruner (Hamzah B. Uno 2007: 133), seorang anak yang ingin mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika, diperlukan proses kerja untuk memecahkan masalah matematika, dan proses kerja memecahkan masalah tersebut memerlukan peran kerja memoripersoalan inti dari belajar memecahkan masalah matematika terletak pada bagaimana informasi yang didapatkan disimpan di dalam memori sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil (retrieved) pada saat diperlukan.
Dari berbagai pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa dalam proses pembelajaran, dimana dalam proses tersebut siswa berperan aktif dalam mengkonsttruksi pengetahuan baru pada materi matematika.