CANDI BROBUDUR

DEFINISI BELAJAR



Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami perubahan. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2014: 36).
Belajar merupakan suatu proses penting dalam melakukan perubahan perilaku dan berpikir manusia dari segala sesuatu yang dikerjakan secara bertahap. Muijs & Reynolds (2008: 20) menyatakan bahwa belajar menurut teori behavioris adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang untuk merespon stimulus eksternal. Stimulus atau rangsangan yang diterima oleh seseorang sebagai akibat dari interaksinya dengan lingkungan yang menyebabkan orang tersebut memberikan respon yang merupakan hasil belajar.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teori lain, teori behaviorisme mulai ditinggalkan, namun teori behaviorisme masih cocok untuk digunakan, khususnya pada materi yang bersifat pembiasaan berprilaku dan menghafal. Sebagaimana diungkapkan Arends & Kilcher (2010: 29) bahwa:
Some aspects of teaching and learning are best served by application of behavioral principles. For example, it is important to have clear goals and expectations; it is important to hold students accountable for achieving agreed-upon and well-defined standards. Providing feedback and applying positive reinforcers can sometimes effectively motivate students. However, many aspects of teaching and learning have not been well served by this perspective.
pernyataan di atas mengatakan bahwa prinsip-prinsip belajar behaviorisme sangat tepat untuk diterapkan pada beberapa materi pembelajaran yang memiliki tujuan yang jelas dan mengandung unsur pembiasaan, kecepatan, spontanitas, refleks, dan daya tahan seperti menghafalkan rumus, menghafal kata-kata bahasa asing, mengetik, menari, berenang, dan olahraga. Pada beberapa materi pelajaran yang lain, pendekatan belajar behaviorisme kurang cocok digunakan, sebab prinsip behaviorisme cocok untuk digunakan pada praktek pembelajaran yang memerlukan kecenderungan berperilaku, memberi respon yang sifatnya spontan, sehingga kurang cocok jika digunakan pada kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan berpikir dan logika, ataupun menyusun konsep. Adanya kelemahan toeri behaviorisme, maka berkembanglah suatu teori pembelajaran yaitu teori belajar konstruktivisme.
Teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata yang ada di lapangan. Individu yang belajar akan lebih cepat memperoleh pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun oleh ide dan pikirannya sendiri atas dasar realita yang ada melalui pengalaman dan masalah yang di hadapi. Kristin (2010: 16) mengatakan bahwa:”Piaget is focuses his theory on the idea of constructivism, which is that learning is constructed from each individual’s experiences and connections between previously learned concepts and new idea”. Piaget memfokuskan teorinya pada gagasan konstruktivis, bahwa belajar dibangun melalui pengalaman individu dan hubungan antara belajar konsep sebelumnya dan gagasan baru. Konsekuensinya pembelajaran dapat memberikan pengalaman nyata bagi individu yang tidak mudah terlupakan dan dapat diingat dalam memori jangka panjang.
Memori yang kuat dapat dibangun melalui belajar dengan mengkonstruksi pengetahuan sebelumnya secara mendasar. Cobern (1993: 51) menyatakan bahwa “learning by construction thus implies a change in prior knowledge, where change can mean replacement, addition, or modification of extant knowledge”. Belajar dengan konstruksi mengakibatkan perubahan mendasar dari pengetahuan sebelumnya, dimana perubahan ini bisa dalam bentuk penggantian, penambahan, atau modifikasi pengetahuan terdahulu. Guru dalam pembelajaran dengan teori konstruktivisme lebih berperan sebagai fasilitator bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan kritis sehingga mampu membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman yang diperolehnya selama belajar.
Belajar konstruktivis melatih siswa aktif dan kreatif mengoptimalkan kemampuan kognitifnya. Arends & Kilcher (2010: 39) mengemukakan bahwa selama beberapa tahun terakhir, psikolog kognitif telah mengembangkan teori dan pengetahuan dasar yang mengesankan bahwa seseorang belajar berdasarkan pertumbuhan dalam domain kognitif, sosial, dan emosional dalam dirinya. Teori belajar ini kemudian dikenal dengan teori belajar kognitif karena mendasarkan belajar dari aspek kognitif. Teori belajar tersebut dikembangkan dalam upaya mengoptimalkan kemampuan aspek rasional pada diri siswa.
Teori belajar kognitif mempunyai peran besar dalam penerapan konsep pembelajaran, termasuk proses berpikir masing-masing siswa yang tidak selalu tampak secara langsung. Hal ini senada dengan pernyataan Syaiful Bahri Djamara (2011: 13) mengatakan bahwa belajar serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingka laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Winkel (2014: 59) bahwa belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan sejumlah perubahan baik dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan tersebut bersifat relatif konstan dan berbekas.
Hergenhahn & Olson (2008: 8) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke keadaan tubuh seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan. Driscoll (Slavin, 2006: 134) memberikan definisi belajar sebagai berikut:
Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Changes caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals that are present at birth (such as reflexes and responses to hunger and pain). However, humans do so much learning from the day of their birth (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked.

Pernyataan tersebut mengatakan belajar didefiniskan sebagai perubahan pada seorang individu yang disebabkan oleh pengalaman. Perubahan yang disebabkan oleh perkembangan (seperti pertumbuhan tinggi badan) bukan merupakan contoh belajar. Bukanlah karakteristik individu yang diterima sejak lahir (seperti refleks dan respon ketika lapar atau sakit) tetapi manusia melakukan banyak sekali kegiatan belajar mulai dari kelahirannya (dan sebagian mengatakan sebelum lahir) dimana pembelajaran dan perkembangan saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Brown (2000: 7) berpendapat bahwa “Learning is a relatively permanent change in behavioral tendency and it is the result of reinforced practice”. Artinya belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dalam kecenderungan perilaku dan merupakan hasil dari latihan yang disertai dengan motivasi (teori reinforcement). Belajar tidak hanya dilakukan di sekolah, akan tetapi belajar dapat juga dilakukan di lingkungan rumah atau keluarga.
Pandangan lain dikatakan oleh Muhibin Syah (2014: 90) belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Keberhasilan tujuan pendidikan yang telah ditentukan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Zubaidah Amir & Risnawati (2016: 5) mendefinisikan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru segingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan perubahan relatif tetap melalui interaksi dengan lingkungan, baik formal maupun non formal dimana perubahan itu didapat dari berbagai macam pengalaman yang telah dialami.