CANDI BROBUDUR

DISCOVERY LEARNING



Discovery diterjemahkan sebagai penemuan. Model discovery merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa mampu menemukan suatu konsep dalam belajar. Pada model discovery ini, guru harus memperhatikan siswa yang cerdas dan kurang cerdas, sebab siswa dituntut aktif dalam proses belajar mengajar.
Hal ini senada dengan pendapat Arends (2012: 402) yang mengatakan “discovery learning emphasizes active, students-centered learning experiences through wich students discover their own meaning” artinya pembelajaran penemuan menekankan pada keaktifan, pengalaman belajar yang berpusat pada siswa dimana siswa dapat menemukan ide-ide dan mendapatkan maknanya sendiri. Menurut Sund (Roestiyah, 2012: 20) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (Balim, 2009: 2) yang mengatakan bahwa pembelajaran yang terjadi oleh penemuan, mengutamakan refleksi, berpikir, bereksperimen, dan bereksplorasi. Tujuan penemuan disini mengarapkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar yang awalnya tidak tahu menjadi tahu.
Selain itu Lefrancois (2000: 209) pembelajaran discovery adalah pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan materi pelajaran secara langsung melainkan diminta untuk menemukan sendiri hubungan yang ada antara informasi-informasi yang diberikan.  Elliott (2000: 337) mengemukakan bahwa “encouraging discovery causes students not only to organize material to determine regularities and relationships but also to avoid the passivity that blinds them to the use of the information learned”. Artinya dorongan pembelajaran discovery menyebabkan siswa tidak hanya mengatur materi untuk menentukan keteraturan dan hubungan tetapi juga untuk menghindari kegiatan yang pasif yang membutakan mereka terhadap penggunaan informasi dipelajari. Prince & Felder (2006: 10) mengatakan bahwa:
Discovery learning is an inquiri-based approach in wich students are given a question to answer, a problem to solve, or a set of observationsto explain, and the working a largely self-directed manner to complete their assigned tasks and draw appropriate inferences from the outcomes, “discovering” the desired factual and conceptual knowledge in the process.

Maksudnya adalah pembelajaran dengan pendekatan penemuan merupakan suatu pendekatan inquiri dimana siswa diberikan pertanyaan unutk dijawab, suatu masalah untuk diselesaikan atau seperangkat pengamatan untuk dijelaskan dan sebagian besar pekerjaan langsung dikerjakan sendiri untuk melengkapi tugas-tugasnya dan menggambarkan kesimpulan dengan tepat dari apa yang ditemukan, fakta yang di cari dan pengetahuan konseptual dalam suatu proses.
Pandangan lain diungkapkan Moore (2009: 182) mengemukakan bahwa pembelajaran discovery juga mendorong pengembangan keterampilan sosial yang positif. Penemuan mengharuskan siswa belajar bekerja sama. Mereka harus mengembangkan keterampilan dan perencanaan, mengikuti prosedur yang sesuai, dan bekerja bersama menuju keberhasilan untuk menyelesaikan tugas mereka. Pembelajaran discovery adalah komponen penting dari pendekatan konstruktivis modern yang memiliki sejarah panjang dalam inovasi pendidikan. Menurut Bergstom & O’Brien (Slavin, 2006: 245), pada pembelajaran discovery siswa didorong untuk belajar secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa memperoleh pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan sendiri prinsip-prinsip. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Alfieri, et al (2010: 2) yakni:
a review of literature suggests that discovery learning occurs whenever the learner is not providing with the target information or conceptual understanding and must find it independently and with only the provide materials.

Pendapat di atas mengemukakan bahwa sebuah tinjauan literature menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan terjadi setiap kali siswa tidak diberikan informasi tujuan atau pemahaman konseptual dan harus menenmukan sendiri dan dengan hanya menyediakan bahan-bahan. Lebih lanjut Schunk (2012: 266) berpendapat bahwa:
discovery learning refers to obtaining knowledge for oneself (Bruner, 1961). Discovery is important for cognitive learning- especially of complex forms-because it involves constructing and testing hypotheses rather than simply reading or listening to teacher presentations. Discovery is a type of inductive reasoning, because students move from studying specific examples to formulating general rules, concepts, and principles.

Maksudnya pembelajaran discovery mengacu pada memperoleh pengetahuan untuk diri sendiri. Discovery ini penting untuk belajar kognitif terutama bentuk-bentuk rumit karena melibatkan membangun dan menguji hipotesis, bukan hanya membaca atau mendengarkan presentasi guru. Discovery adalah jenis penalaran induktif, karena siswa menggeneralisasikan aturan-aturan umum, konsep dan prinsip-prinsip dengan mempelajari contoh-contoh spesifik. Kemudian Ridwan, Abdulah Sani (2014: 97) mengatakan bahwa belajar dengan menemukan (discovery) sebenarnya adalah bagian dari proses inkuiri. Selanjutnya, Prasad (2011: 31) menyatakan bahwa belajar penemuan dapat digunakan secara efektif untuk merangsang dan mempertahankan minat dalam matematika. Pendekatan semacam itu mendorong kreativitas dan sifat alami pada siswa untuk kesuksesan masa depan siswa dalam matematika.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran dengan model discovery pada penelitian ini adalah model pembelajaran dimana siswa mengamati, menggologkan, membuat dugaan, menjelaskan, menganalisis, memverifikasi, membuat dan menemukan sendiri konsep dalam belajar.