CANDI BROBUDUR

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS



Masalah merupakan sebuah situasi atau tugas yang belum diketahui sebelumnya. Masalah tersebut perlu diselesaikan dengan berbagai cara serta langkah-langkah penyelesaian agar diperoleh hasil yang diharapkan. Posamentier dan Krulik (2009: 2) menyatakan“a problem is a situation that confronts the learner, that requires resolution, and for which the path to the answer is not immediately known”.
Maksudnya, masalah adalah situai yang dihadapi pembelajar yang membutuhkan penyelesaian dan jalan untuk medapatkan jawabannya tidak diketahui dengan segera.
Masalah timbul apabila seseorang memiliki tujuan tetapi belum mengetahui cara memperoleh tujuan tersebut. Nitko dan Brookhart (2011: 231) menyatakan bahwa seorang siswa memperoleh suatu masalah ketika siswa ingin memperoleh suatu hasil atau tujuan tertentu, tetapi siswa tersebut tidak secara otomatis mengenali jalan atau solusi yang tepat untuk memperolehnya. Selain itu, Menurut Schunk (2012: 416) bahwa  “pemecahan masalah mengacu pada usaha orang-orang untuk mencapai tujuan karena mereka tidak memiliki solusi otomatis”. Apabila siswa mampu menemukan konflik dan mampu menyelesaikannya maka sebenarnya tahap kognitifnya telah meningkat. Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan masalah. Siswa terbiasa memecahkan masalah akan meningkatkan pontensi intelektualnya.
Khan (2012: 316) menyebutkan bahwa:
problem do occur in life but their proper solution is a skill, which many people are devoid of. Educational institutions have many problem in daily business. It is up to the sharpness and proper training and experience of the head to devise a proper solution to each and every problem.

Masalah adalah bagian dari kehidupan yang dapat diselesaikan melalui kemampuan seseorang. Kemampuan tersebut dapat dilatih dengan menyelesaikan berbagai macam masalah sehingga seseorang memperoleh pengalaman dan akhirnya dapat menyelesaikan setiap masalah dalam kehidupan.

Pembelajaran matematika sendiri tidak semua tugas atau soal yang diberikan dapat dianggap sebagai suatu masalah. Vangundy (2005: 21-22) mengemukakan beberapa pengertian masalah, yaitu: (1) Problem as a goal; (2) Deviation from the standart; (3) A gap between the real and the ideal; (4) Tackling the challenge. Maksudnya adalah bahwa masalah merupakan suatu kendala atau tujuan yang sulit diraih, masalah adalah suatu penyimpangan dari standar yang diharapkan pada sebuah kinerja, masalah merupakan kesenjangan antara keadaan saat ini dengan keadaan idel, dan masalah juga melibatkan ketidakpastian dan memunculkan suatu tantangan. Terkait dengan masalah matematika, Schoenfeld (1985: 74) juga mengemukakan bahwa:
The same task that call for significant effort from some students may well be routine exercise for others, and answering them may just be a matter of recall for a given mathematician. Thus being a “problem” is not a property inherent in a mathematical task. Rather, it is particular relation between the individual and the task that makes the task a problem for that person. The world problem is used here in this relative sense, as a task that is difficulty should be an intellectual impasse rather than computational one.

Pemberian tugas yang sama dan yang meminta upaya yang signifikan dari beberapa siswa, tugas itu mungkin merupakan latihan yang rutin untuk siswa lain, dan menjawabnya hanya perlu ingatan bagi siswa yang mahir matematika tersebut. Oleh karena itu, “masalah” yang digunakan adalah tugas yang sulit bagi individu yang mencoba menyelesaiakannya. Jadi, masalah yang harus dipecahkan adalah cara dalam memperoleh tujuan yang diinginkan. Siswa tidak dapat mengenali jalan yang tepat untuk memperoleh tujuan yang diinginkan secara otomatis, maka siswa menggunakan satu atau lebih pemecahan masalah.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Haylock & Thangata (2007: 145) bahwa: “problem solving is when the individual use think mathematical knowledge and reasoning to close the gap between the givens and the goal”. Maksudnya, pemecahan masalah terjadi ketika seseorang mnggunakan pengetahuan dan penalaran matematika untuk mengatasi kesenjangan antara kenyataan yang terjadi dan dengan yang diharapkan. Dengan demikian melalui kemampuan pemecahan masalah siswa dapat mengatasi masalah dalam proses pembelajaran.
Selain itu, pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika mempunyai kedudukan penting dalam mengembangkan keterampilan berfikir siswa. Hal ini dikemukakan oleh Pimta, Tayruakham, & Nuangchalerm (2009: 381) bahwa “problem-solving is considered as the heart of mathematics learning because the skill is not only for learning the subject but it emphasizes on developing thinking skill method as well”. Maknanya adalah pemecahan masalah dianggap sebagai pusat pembelajaran matematika karena keterampilannya tidak hanya mempelajari  matematika tetapi juga ditekankan pada pengembangan metode keterampilan berfikir. Keterampilan berfikir yang dikembangkan melalui kemampuan pemecahan masalah melibatkan berbagai proses kognitif. Sebagaimana pendapat dari Schoenfeld (Yasin, Halim, & Ishar, 2012: 66) bahwa “problem-solving is a complex process that engages various cognitive operations such as collecting and sorting information, and heuristic and metacognitive strategies”. Maksudnya, pemecahan masalah adalah proses yang kompleks yang melibatkan berbagai proses kognitif seperti mengumpulkan dan memilih informasi, heuristik dan strategi metakognitif.
NCTM (2000: 334) menjelaskan bahwa “a problem solving disposition includes the confidence and willingness to take on new and difficulyt task”. Maksudnya pemecahan masalah meliputi kepercayaan diri dan kesediaan untuk menyelesaikan masalah baru atau masalah yang sulit. Dalam pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk melihat setiap informasi yang dapat digunakan untuk menggunakan pengetahuan yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Pada saat siswa menemukan masalah, maka telah terjadi perbedaan keseimbangan dengan keadaan awal. Siswa perlu mengkonstruksi suatu situasi  baru, artinya ketika siswa mengalami konflik kognitif, siswa akan berusaha untuk mencapai solusi atas masalah yang dihadapi.
Pemecahan masalah adalah bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting. Hal ini diungkapkan oleh Gede Alit Narohita (2010: 1440) “pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin”. Demikian juga Erman Suherman, dkk (2003; 89) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan dalam pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Dalam proses pemecahan masalah siswa akan memperoleh pengalaman dan keterapilan dalam memecahkan masalah termasuk masalah yang tidak rutin.
Pemecahan masalah juga dapat dilihat dari prestasi belajar matematika siswa sebagaimana yang diungkapkan Anderson (1993: 43) bahwa:
We can understand acquisition of complex problem-solving skill only when we recognized the problem-solving structure that organizes their performance while recognizing the rather simple learning that governs the acquisition and strengthening of the individual problem-solving operators.

Untuk memahami kemampuan pemecahan masalah yang kompleks hanya ketika mengenal struktur dari pemecahan masalah yang diorganisasikan dalam prestasi saat pembelajaran dan mengalami peningkatan kemampuan dan mampu menyelesaikan masalah sendiri.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting alam pembelajaran   matematika.   Terdapat   banyak   interpretasi  mengenai  pemahaman tentang pemecahan masalah itu sendiri. Menurut Branca (Lambertus et.al, 2014: 602) bahwa pemecahan masalah dapat dipandang sebagai tiga hal yaitu (1) sebagai kemampuan dasar; (2) sebagai proses; (3) sebagai tujuan. Pemecahan  masalah  sebagai keterampilan  dasar  di mana  lebih kompleks daripada hasrat untuk menyelesaikan permasalahan itu sendiri. Pemecahan sebagai proses adalah aktivitas dimana pentingnya prosedur, strategi, dan karakteristik yang diperlukan untuk menyelesaikan soal. Pemecahan masalah sebagai tujuan memiliki pengertian bahwa pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa. Kemampuan ini meliputi mengidentifikasi elemen-elemen yang diketahui, bertanya, menentukan kecukupan elemen-elemen yang diperlukan, merumuskan masalah ke dalam bahasa matematika, mengimplementasikan strategi untuk menyelesaikan masalah, menjelaskan dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kecakapan atau potensi untuk menyelesaikan masalah. Hal ini diungkapkan oleh Gunantara, Suarjana, & Nanci (2014: 5) juga mengungkapkan bahwa “kemampuan pemecahan masalah merupakan kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari”. Berarti kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang ada di dalam setiap diri siswa untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan masalah matematis menurut Ana Fauziah (2010: 4) adalah “kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematik berdasarkan penyelesaian masalah matematik menurut Polya”. Menurut Husna, M. Ali, & Siti Fatimah (2013: 84) “kemampuan pemecahan masalah diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah”.
Pemecahan masalah merupakan suatu proses. Proses berarti mempunyai tahapan-tahapan dalam pemecahan masalah. Polya (2004: xvi-xvii) menerangkan secara rinci empat tahap masalah yang disajikan secara terurut, yakni: (1) understanding of problem (memahami masalah); (2) devising of plan (merencanakan cara penyelesaian); (3) carrying out of plan (melaksanakan rencana); (4) looking back (memeriksa kembali proses dan hasil). Pada   langkah   merencanakan penyelesaian, diajukan pertanyaan di antaranya seperti: Pernah adakah soal seperti ini yang serupa sebelumnya diselesaikan? Dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah yang sekarang? Pada langkah melaksanakan rencana diajukan pertanyaan. Periksalah bahwa tiap langkah sudah benar. Bagaimana membuktikan bahwa  langkah  yang  dipilih  sudah  benar? Dalam  langkah  memeriksa  hasil  dan proses, diajukan pertanyaan. Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain? Langkah-langkah penuntun yang dikemukakan Polya tersebut, dikenal dengan strategi heuristik.
Langkah-langkah Polya dalam penyelesaian masalah secara bertahap memungkinkan siswa memperoleh pengalaman pemecahan masalah secara bertahap atau sistematis sehingga keterampilan dalam pemecahan masalah semakin meningkat. Selain itu, Gorman (1974: 301-303) menyatakan pendapatnya mengenai proses dalam pemecahan masalah yaitu: (1) menyadari masalah; (2) menjelaskan dan mendefinisikan  masalah; (3) mencari informasi yang relevan; (4) merumuskan solusi yang mungkin atau merumuskan rencana; (5) mengevaluasi solusi yang mungkin; (6) mengecek solusi yang diperoleh; (7) solusi diterima.
Hal ini senada dengan Santrock (2011: 317-318) bahwa empat langkah yang harus dilakukan individu untuk menyelesaikan masalah secara efektif, yaitu siswa harus: (1) mencari dan membatasi masalah; (2) mengembangkan solusi pemecahan masalah yang baik; (3) mengevaluasi solusi; (4) memikirkan dan mendefinisikan kembali masalah dan solusi dari waktu ke waktu. Selain itu pendapat Kilpatrick (Silver, 1985: 7-8) “… shown that the solution of complex problem requires (1) a rich store of organized knowledge about the content domain, (2) a set for representing and transforming the problem, and (3) a control system to guide the selection of knowledge and procedures”. Maksudnya adalah bahwa untuk memecahkan masalah maka siswa harus memiliki banyak kemampuan awal tentang masalah yang dihadapi, harus memiliki seperangkat prosedur untuk menyajikan masalah, dan selanjutnya sistem pengawasan untuk memberi petunjuk kepada pengetahuan prosedur yang sudah terpilih.
Cara mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis secara menyeluruh pada siswa SMP dapat dilakukan dengan memberikan soal untuk diselesaikan secara tuntas. Siswa mengerjakan soal tersebut secara keseluruhan dan penilaiannya juga dilakukan secara komprehensif. Departemen Pendidikan Oregon (Amerika Serikat) menilai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meliputi lima aspek yakni: (1) pengetahuan konseptual; (2) pengetahuan prosedural; (3) strategi pemecahan masalah; (4) komunikasi; (5) akurasi. Aspek pengetahuan konseptual meliputi kemampuan siswa menginterpretasi masalah dan  memilih  informasi yang penting yang  dapat  digunakan sabagai strategi penyelesaian  masalah.  Aspek  pengetahuan prosedural   meliputi   kemampuan   siswa   untuk   menggunakan   konsep-konsep, informasi-informasi yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah. Aspek strategi  pemecahan   masalah  meliputi  kemampuan  siswa  dalam   menggunakan ketrampilan-ketrampilan, penggunaan  model, diagram, atau strategi lainnya untuk menyelesaikan masalah. Aspek komunikasi berkaitan dengan kemampuan siswa menjelaskan  secara  koheren  dan  jelas  menggunakan  bahasa  matematika.  Aspek akurasi berkaitan dengan   bagaimana langkah pengerjaan mendukung solusi/hasil.
Kemampuan pemecahan masalah matematika perlu dilatih dan ditingkatkan dengan melatih kemampuan berfikir siswa. Gok & Silay (2010: 14) mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan dengan mengembangkan keterapilan berfikir siswa dalam: (1) memahami fokus masalah; (2) memahami rencana; (3) melaksanakan rencana; (4) memerikasa dan mengevaluasi jawaban. Dengan mengembangkan keempat keterampilan tersebut, maka siswa dapat memecahan masalah dengan efektif. Dwijayanti & Kurniasih (2014: 192) menyatakan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu: (1) menunjukan pemahaman masalah; (2) mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan; (3) menyajikan masalah matematika dalam berbagai bentuk; (4) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat; (5) mengembangkan strategi pemecahan masalah; (6) membuat dan menafsirkan  model matematika dari suatu masalah; (7) menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Pemecahan masalah memiliki beberapa komponen.  Illinois State Board of  Education  mengukur  kemampuan  pemecahan  masalah ke dalam tiga aspek yakni: (1) pengetahuan matematika; (2) pengetahuan strategi; (3) komunikasi. Kedua  pembagian  aspek  masalah  tersebut  saling  melengkapi  dan berpadu, sehingga diperoleh empat aspek pemecahan masalah matematis (Sugiman & Yaya S. Kusumah, 2010: 44) yaitu: (1) Pemahaman matematik meliputi pemahaman konseptual dan prosedural; (2) Strategi pemecahan masalah; (3) Komunikasi; (4) Akurasi. Selain itu, Byrnes (2008: 79) menyatakan pendapatnya tentang komponen pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
The main component of problem solving include recognizing that a problem exist, defining the problem and creating a mental representation of it, exploring a range of possible solution strategies, implementing the most promising strategy, monitoring progress toward the goal of solution, evaluating the accuracy ig the solution, and learning from experience.

Maknanya adalah komponen utama dalam pemecahan masalah adalah mengakui bahwa adanya masalah,  mendefinisikan masalah dan menciptakan representasi mental dari masalah itu, menjelajahi berbagai strategi solusi yang mungkin, menerapkan strategi yang paling baik, memantau kemajuan menuju tujuan dari solusi, mengevaluasi keakuratan solusi, dan belajar dari pengalaman.
Kemampuan pemecahan masalah mempunyai manfaat seperti yang  dikemukakan oleh NCTM (2000: 52) bahwa:
by learning problem solving in mathematics, student should acquire the ways of thinking, habits of persistence and curiosity, and confidence in unfamiliar situations that will serve them well outside the mathematics classroom. In everyday life and in the workplace, being a good problem solver can lead to great advantages.

Maksudnya adalah belajar pemecahan masalah dalam matematika, siswa akan mendapatkan cara berfikir, ketekunan, keingintahuan, dan rasa percaya diri dalam situasi yang lain di luar kelas matematika. Dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja, dengan pemecahan masalah yang baik akan mendapatkan keuntungan besar. Nila (2009: 485-486) juga menyatakan tentang manfaat pemecahan masalah yaitu “siswa yang terlatih dengan pemecahan masalah akan terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya”. Hal senada diungkapkan oleh M.A Hertiavi, Langlang, S. Khanafiyah (2010: 53) bahwa “seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah siswa itu mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan untuk mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisa informasi, dan menyadari betapa perlunya meneliti hasil yang telah diperoleh”. Jika siswa dilatih secara berkelanjutan dengan soal pemecahan masalah maka siswa akan terampil untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah matematis dalam  penelitian  ini adalah  kemampuan siswa dalam memecahkan masalah- masalah matematika secara sistematis dengan mencangkup 4 aspek yaitu: (1) Memahami masalah dengan menggunakan konsep, (2) Menggunakan strategi pemecahan masalah dengan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, mengevaluasi jawaban atau melihat kembali hasil atau jawaban, (3) Jawaban yang diberikan akurat (akurasi), dan (4) Jawaban representatif dan komunikatif.

Related Posts :